ORANG KECIL, ORANG BESAR

Suatu hari yang cerah,

Di dalam rumah yang gerah,

Seorang anak yang lugu,

Sedang diwejang ayah-ibunya yang lugu,

Ayahnya berkata:

“Anakku,

Kau sudah pernah menjadi anak kecil,

Janganlah kau nanti menjadi orang kecil!”

“Orang kecil kecil peranannya,

Kecil perolehannya,” tambah si ibu,

“Ya,” lanjut ayahnya,

“Orang kecil sangat kecil bagiannya,

Anak kecil masih mendingan,

Rengeknya didengarkan,

Suaranya diperhitungkan,

Orang kecil tak boleh memperdengarkan rengekan,

Suaranya tak suara.”

Sang ibu ikut wanti-wanti:

“Betul, jangan sekali-kali jadi orang kecil,

Orang kecil jika jujur ditipu,

Jika menipu dijur,

Jika bekerja digangguin,

Jika mengganggu dikerjain.”

Ayah dan ibu berganti-ganti menasehati:

“Ingat, jangan sampai jadi orang kecil,

Orang kecil jika ikhlas diperas,

Jika diam ditikam,

Jika protes dikentes,

Jika usil dibedil.”

“Orang kecil jika hidup dipersoalkan,

Jika mati tak dipersoalkan.”

“Lebih baik jadilah orang besar,

Bagiannya selalu besar.”

“Orang besar jujur-tak jujur makmur,

Benar-tak benar dibenarkan,

Lalim-tak lalim dibiarkan.”

“Orang besar boleh bicara semaunya,

Orang kecil paling jauh dibicarakan saja.”

“Orang kecil jujur dibilang tolol,

Orang besar tolol dibilang jujur,

Orang kecil berani dikata kurangajar,

Orang besar kurangajar dikata berani.”

“Orang kecil mempertahankan hak,

disebut pembikin onar,

Orang besar merampas hak,

disebut pendekar.”

Si anak terus diam tak berkata-kata,

Namun dalam dirinya bertanya-tanya:

“Anak kecil bisa menjadi besar,

Tapi mungkinkah orang kecil,

Menjadi orang besar?”

Besoknya entah sampai kapan,

si anak terus mencoret-coret,

dinding kalbunya sendiri:

“O r a n g k e c i l ? ? ?

O r a n g b e s a r ! ! !”

 

Oleh: KH A Mustofa Bisri